MESIN BUBUT (TURNING)
MENGENAL PROSES BUBUT
(TURNING)
Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian
mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan mesin
bubut. Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan
permukaan luar benda silindris atau bubut rata:
• Dengan benda kerja yang berputar
• Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting tool)
• Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak
tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja (lihat Gambar
1 no. 1).
Gambar 1 (1) Proses bubut rata, (2) bubut permukaan, dan (3) bubut tirus
Proses bubut permukaan (surface turning, Gambar 1 no. 2) adalah proses
bubut yang identik dengan proses bubut rata, tetapi arah gerakan
pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja. Proses bubut tirus
(taper turning, Gambar .1 no. 3) sebenarnya identik dengan proses bubut
rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap
sumbu benda kerja. Demikian juga proses bubut kontur, dilakukan dengan
cara memvariasi kedalaman potong, sehingga menghasilkan bentuk yang
diinginkan. Walaupun proses bubut secara khusus menggunakan pahat
bermata potong tunggal, tetapi proses bubut bermata potong jamak tetap
termasuk proses bubut juga, karena pada dasarnya setiap pahat bekerja
sendiri-sendiri. Selain itu proses pengaturan (setting) pahatnya tetap
dilakukan satu persatu. Gambar skematis mesin bubut dan bagianbagiannya
dijelaskan pada Gambar .2.
A. Parameter yang Dapat Diatur pada Mesin Bubut
Tiga parameter utama pada setiap proses bubut adalah kecepatan putar
spindel (speed), gerak makan (feed), dan kedalaman potong (depth of
cut). Faktor yang lain seperti bahan benda kerja dan jenis pahat
sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi tiga
parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator langsung
pada mesin bubut. Kecepatan putar, n (speed), selalu dihubungkan dengan
sumbu utama (spindel) dan benda kerja. Kecepatan putar dinotasikan
sebagai putaran per menit (rotations per minute, rpm). Akan tetapi yang
diutamakan dalam proses bubut adalah kecepatan potong (cutting speed
atau v) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/keliling benda
kerja (lihat Gambar .3). Secara sederhana kecepatan potong dapat
digambarkan sebagai keliling benda kerja dikalikan dengan kecepatan
putar atau:
v = π.d.n /1.000
Di mana:
π = 3,14
v = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter benda kerja (mm)
n = putaran benda kerja (putaran/menit)
Gambar.2 Gambar skematis mesin bubut dan nama bagian-bagiannya
Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja.
Selain kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja, faktor
bahan benda kerja, dan bahan pahat sangat menentukan harga kecepatan
potong. Pada dasarnya pada waktu proses bubut kecepatan potong
ditentukan berdasarkan bahan benda kerja dan pahat. Harga kecepatan
potong sudah tertentu, misalnya untuk benda kerja mild steel dengan
pahat dari HSS, kecepatan potongnya antara 20 sampai 30 m/menit. Gerak
makan, f (feed), adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda
kerja berputar satu kali (Gambar .4), sehingga satuan f adalah
mm/putaran. Gerak makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material
benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan
permukaan yang diinginkan. Gerak makan biasanya ditentukan dalam
hubungannya dengan kedalaman potong (a). Gerak makan tersebut berharga
sekitar 1/3 sampai 1/20 (a), atau sesuai dengan kehalusan permukaan yang
dikehendaki. Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian
benda kerja yang dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan
yang dipotong terhadap permukaan yang belum terpotong (lihat Gambar .4).
Ketika pahat memotong sedalam a, maka diameter benda kerja akan
berkurang 2a, karena bagian permukaan benda kerja yang dipotong ada di
dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar.
Gambar .3 Panjang permukaan benda kerja yang dilalui pahat setiap putaran
Gambar .4 Gerak makan (f) dan kedalaman potong (a)
Beberapa proses pemesinan selain proses bubut pada Gambar .1, pada mesin
bubut dapat juga dilakukan proses pemesinan yang lain, yaitu bubut
dalam (internal turning), proses pembuatan lubang dengan mata bor
(drilling), proses memperbesar lubang (boring), pembuatan ulir (thread
cutting), dan pembuatan alur (grooving/partingoff).
Proses tersebut dilakukan di mesin bubut dengan bantuan/tambahan
peralatan lain agar proses pemesinan bisa dilakukan (lihat Gambar .5).
B. Geometri Pahat Bubut
Geometri/bentuk pahat bubut terutama tergantung pada material benda
kerja dan material pahat. Terminologi standar ditunjukkan pada Gambar
.6. Untuk pahat bubut bermata potong tunggal, sudut pahat yang paling
pokok adalah sudut beram (rake angle), sudut bebas (clearance angle),
dan sudut sisi potong (cutting edge angle). Sudut-sudut pahat HSS
dibentuk dengan cara diasah menggunakan mesin gerinda pahat (Tool
Grinder Machine). Sedangkan bila pahat tersebut adalah pahat sisipan
(insert) yang dipasang pada tempat pahatnya, geometri pahat dapat
dilihat pada Gambar .7. Selain geometri pahat tersebut pahat bubut bisa
juga diidentifikasikan berdasarkan letak sisi potong (cutting edge)
yaitu pahat tangan kanan (Right-hand tools) dan pahat tangan kiri
(Left-hand tools), lihat Gambar .8.
Gambar .5 Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut
(a) pembubutan pinggul (chamfering),
(b) pembubutan alur (parting-off),
(c) pembubutan ulir (threading),
(d) pembubutan lubang (boring),
(e) pembuatan lubang (drilling), dan
(f) pembuatan kartel (knurling)
Gambar .6 Geometri pahat bubut HSS (pahat diasah dengan mesin gerinda pahat)
Gambar .7 Geometri pahat bubut sisipan (insert)
Pahat bubut di atas apabila digunakan untuk proses membubut biasanya
dipasang pada pemegang pahat (tool holder). Pemegang pahat tersebut
digunakan untuk memegang pahat dari HSS dengan ujung pahat diusahakan
sependek mungkin agar tidak terjadi getaran pada waktu digunakan untuk
membubut (lihat Gambar .9). Untuk pahat yang berbentuk sisipan
(inserts), pahat tersebut dipasang pada tempat pahat yang sesuai, (lihat
Gambar 10).
Gambar.9 Pemegang pahat HSS: (a) pahat alur, (b) pahat dalam, (c) pahat rata kanan, (d) pahat rata kiri),
dan (e) pahat ulir
Gambar .8 Pahat tangan kanan dan pahat tangan kiri
Gambar .11 Gambar skematis proses bubut
Bentuk dan pengkodean pahat sisipan serta pemegang pahatnya sudah
distandarkan oleh ISO. Standar ISO untuk pahat sisipan dapat dilihat
pada Lampiran, dan pengkodean pemegang pahat dapat dilihat juga pada
Lampiran.
C. Perencanaan dan Perhitungan Proses Bubut
Elemen dasar proses bubut dapat dihitung/dianalisis menggunakan rumus-rumus dan Gambar .11 berikut.
Gambar .10 Pahat bubut sisipan (inserts), dan pahat sisipan yang dipasang pada pemegang pahat (tool holders)
Keterangan:
Benda Kerja:
d0 = diameter mula (mm)
dm = diameter akhir (mm)
lt = panjang pemotongan (mm)
Pahat:
Xr = sudut potong utama/sudut masuk
mesin bubut:
a = kedalaman potong (mm)
f = gerak makan (mm/putaran)
n = putaran poros utama (putaran/menit)
1) Kecepatan potong :
v = π.d.n/1.000 ; m/menit
d = diameter rata-rata benda kerja ((d0 + dm)/2)(mm)
n = putaran poros utama (put/menit)
π= 3,14
2) Kecepatan makan
vf = f n; m/menit
3) Waktu pemotongan
4) Kecepatan penghasilan beram
Z = A v; cm3/menit
tc = t
f
I
v ; menit
di mana: A = a • f mm2
Perencanaan proses bubut tidak hanya menghitung elemen dasar proses
bubut, tetapi juga meliputi penentuan/pemilihan material pahat
berdasarkan material benda kerja, pemilihan mesin, penentuan cara
pencekaman, penentuan langkah kerja/langkah penyayatan dari awal benda
kerja sampai terbentuk benda kerja jadi, penentuan cara pengukuran dan
alat ukur yang digunakan.
Gambar .12 (a) Kekerasan dari beberapa macam material pahat sebagai fungsi dari temperatur, (b) jangkauan sifat material pahat
1. Material Pahat
Pahat yang baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga nantinya
dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik (ukuran tepat) dan
ekonomis (waktu yang diperlukan pendek). Kekerasan dan kekuatan pahat
harus tetap bertahan meskipun pada temperatur tinggi, sifat ini
dinamakan hot hardness. Ketangguhan (toughness) dari pahat diperlukan,
sehingga pahat tidak akan pecah atau retak terutama pada saat melakukan
pemotongan dengan beban kejut. Ketahanan aus sangat dibutuhkan yaitu
ketahanan pahat melakukan pemotongan tanpa terjadi keausan yang cepat.
Penentuan material pahat didasarkan pada jenis material benda kerja dan
kondisi pemotongan (pengasaran, adanya beban kejut, penghalusan).
Material pahat yang ada ialah baja karbon sampai dengan keramik dan
intan. Sifat hot hardness dari beberapa material pahat ditunjukkan pada
Gambar .12. Material pahat dari baja karbon (baja dengan kandungan
karbon 1,05%) pada saat ini sudah jarang digunakan untuk proses
pemesinan, karena bahan ini tidak tahan panas (melunak pada suhu
300-500° F). Baja karbon ini sekarang hanya digunakan untuk kikir, bilah
gergaji, dan pahat tangan. Material pahat dari HSS (high speed steel)
dapat dipilih jenis M atau T. Jenis M berarti pahat HSS yang mengandung
unsur molibdenum, dan jenis T berarti pahat HSS yang mengandung unsur tungsten. Beberapa jenis HSS dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel .1 Jenis Pahat HSS
Jenis HSS Standart AISI
HSS Konvensional
• Molibdenum HSS M1, M2, M7, M10
• Tungsten HSS T1, T2
HSS Spesial
• Cobald added HSS M33, M36, T4, T5, T6
• High Vanadium HSS M3-1, M3-2, M4, T15
• High Hardness Co HSS M41, M42, M43, M44, M45, M46
• Cast HSS
• Powdered HSS
• Coated HSS
Pahat dari HSS biasanya dipilih jika pada proses pemesinan sering
terjadi beban kejut, atau proses pemesinan yang sering dilakukan
interupsi (terputus-putus). Hal tersebut misalnya membubut benda segi
empat menjadi silinder, membubut bahan benda kerja hasil proses
penuangan, dan membubut eksentris (proses pengasarannya).
Pahat dari karbida dibagi dalam dua kelompok tergantung penggunaannya.
Bila digunakan untuk benda kerja besi tuang yang tidak liat dinamakan
cast iron cutting grade . Pahat jenis ini diberi kode huruf K (atau C1
sampai C4) dan kode warna merah. Apabila digunakan untuk menyayat baja
yang liat dinamakan steel cutting grade. Pahat jenis ini diberi kode
huruf P (atau C5 sampai C8) dan kode warna biru. Selain kedua jenis
tersebut ada pahat karbida yang diberi kode huruf M, dan kode warna
kuning. Pahat karbida ini digunakan untuk menyayat berbagai jenis baja,
besi tuang, dan nonferro yang mempunyai sifat mampu mesin yang baik.
Contoh pahat karbida untuk menyayat berbagai bahan dapat dilihat pada
Tabel .2.
Tabel .2 Contoh Penggolongan Pahat Jenis Karbida dan Penggunaannya
2. Pemilihan Mesin
Pertimbangan pemilihan mesin pada proses bubut adalah berdasarkan
dimensi benda kerja yang yang akan dikerjakan. Ketika memilih mesin
perlu dipertimbangkan kapasitas kerja mesin yang meliputi diameter
maksimal benda kerja yang bisa dikerjakan oleh mesin, dan panjang benda
kerja yang bisa dikerjakan. Ukuran mesin bubut diketahui dari diameter
benda kerja maksimal yang bisa dikerjakan (swing over the bed) dan
panjang meja mesin bubut (length of the bed). Panjang meja mesin bubut
diukur jarak dari headstock sampai ujung meja. Sedangkan panjang
maksimal benda kerja adalah panjang meja dikurangi jarak yang digunakan
kepala tetap dan kepala lepas.
Beberapa jenis mesin bubut manual dengan satu pahat sampai dengan mesin
bubut CNC dapat dipilih untuk proses pemesinan (lihat Lampiran 1).
Pemilihan mesin bubut yang digunakan untuk proses pemesinan bisa juga
dilakukan dengan cara memilih mesin yang ada di bengkel (workshop).
Dengan pertimbangan awal diameter maksimal benda kerja yang bisa
dikerjakan oleh mesin yang ada.
3. Pencekaman Benda Kerja
Setelah langkah pemilihan mesin tersebut di atas, dipilih juga alat dan
cara pencekaman/pemasangan benda kerja. Pencekaman/pemegangan benda
kerja pada mesin bubut bisa digunakan beberapa cara. Cara yang pertama
adalah benda kerja tidak dicekam, tetapi menggunakan dua senter dan
pembawa. Dalam hal ini, benda kerja harus ada lubang senternya di kedua
sisi benda kerja, (lihatGambar .13).
Gambar .13 Benda kerja dipasang di antara dua senter
Cara kedua yaitu dengan menggunakan alat pencekam (Gambar .14). Alat pencekam
yang bisa digunakan sebagai berikut.
a. Collet, digunakan untuk mencekam benda kerja berbentuk silindris
dengan ukuran sesuai diameter collet. Pencekaman dengan cara ini tidak
akan meninggalkan bekas pada permukaan benda kerja.
b. Cekam rahang empat (untuk benda kerja tidak silindris). Alat
pencekam ini masing-masing rahangnya bisa diatur sendiri-sendiri,
sehingga mudah dalam mencekam benda kerja yang tidak silindris.
c. Cekam rahang tiga (untuk benda silindris). Alat pencekam ini tiga
buah rahangnya bergerak bersama-sama menuju sumbu cekam apabila salah
satu rahangnya digerakkan.
d. Face plate, digunakan untuk menjepit benda kerja pada suatu permukaan plat dengan baut pengikat yang dipasang pada alur T.
Pemilihan cara pencekaman tersebut di atas, sangat menentukan hasil
proses bubut. Pemilihan alat pencekam yang tepat akan menghasilkan
produk yang sesuai dengan kualitas geometris yang dituntut oleh gambar
kerja. Misalnya apabila memilih cekam rahang tiga untuk mencekam benda
kerja silindris yang relatif panjang, hendaknya digunakan juga senter
jalan yang dipasang pada kepala lepas, agar benda kerja tidak tertekan,
(lihat Gambar .15). Penggunaan cekam rahang tiga atau cekam rahang
empat, apabila kurang hati-hati akan menyebabkan permukaan benda kerja
terluka. Hal tersebut terjadi misalnya pada waktu proses bubut dengan
kedalaman potong yang besar, karena gaya pencekaman tidak mampu menahan
beban yang tinggi, sehingga benda kerja tergelincir atau selip. Hal ini
perlu diperhatikan terutama pada proses finishing, proses pemotongan
ulir, dan proses pembuatan alur.
Gambar .14 Alat pencekam/ pemegang benda kerja proses bubut
Beberapa contoh proses bubut, dengan cara pencekaman yang berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar .16.
4. Penentuan Langkah Kerja
Langkah kerja dalam proses bubut meliputi persiapan bahan benda kerja,
setting mesin, pemasangan pahat, penentuan jenis pemotongan (bubut
lurus, permukaan, profil, alur, ulir), penentuan kondisi pemotongan,
perhitungan waktu pemotongan, dan pemeriksaan hasil berdasarkan gambar
kerja. Hal tersebut dikerjakan untuk setiap tahap (jenis pahat
tertentu).
Gambar .15 Benda kerja yang relatif panjang dipegang oleh cekam rahang tiga dan didukung oleh senter putar
Gambar .16 Beberapa contoh proses bubut dengan cara pencekaman/pemegangan benda kerja yang berbeda-beda
Bahan benda kerja yang dipilih biasanya sudah ditentukan pada gambar
kerja baik material maupun dimensi awal benda kerja. Penyiapan (setting)
mesin dilakukan dengan cara memeriksa semua eretan mesin, putaran
spindel, posisi kepala lepas, alat pencekam benda kerja, pemegangan
pahat, dan posisi kepala lepas. Usahakan posisi sumbu kerja kepala tetap
(spindel) dengan kepala lepas pada satu garis untuk pembubutan lurus,
sehingga hasil pembubutan tidak tirus. Pemasangan pahat dilakukan dengan
cara menjepit pahat pada rumah pahat (tool post). Usahakan bagian pahat
yang menonjol tidak terlalu panjang, supaya tidak terjadi getaran pada
pahat ketika proses pemotongan dilakukan. Posisi ujung pahat harus pada
sumbu kerja mesin bubut, atau pada sumbu benda kerja yang dikerjakan.
Posisi ujung pahat yang terlalu rendah tidak direkomendasi, karena
menyebabkan benda kerja terangkat, dan proses pemotongan tidak efektif,
(lihat Gambar .17).
Pahat bubut bisa dipasang pada tempat pahat tunggal, atau pada tempat
pahat yang berisi empat buah pahat (quick change indexing square
turret). Apabila pengerjaan pembubutan hanya memerlukan satu macam pahat
lebih baik digunakan tempat pahat tunggal. Apabila pahat yang digunakan
dalam proses pemesinan lebih dari satu, misalnya pahat rata, pahat
alur, pahat ulir, maka sebaiknya digunakan tempat pahat yang bisa
dipasang sampai empat pahat. Pengaturannya sekaligus sebelum proses
pembubutan, sehingga proses penggantian pahat bisa dilakukan dengan
cepat (quick change).
Gambar .17 Pemasangan pahat
5. Perencanaan Proses Membubut Lurus
Proses membubut lurus adalah menyayat benda kerja dengan gerak pahat
sejajar dengan sumbu benda kerja. Perencanaan proses penyayatan benda
kerja dilakukan dengan cara menentukan arah gerakan pahat, kemudian
menghitung elemen dasar proses bubut sesuai dengan rumus 6.2. sampai
dengan rumus 6.5. Contoh: Akan dibuat benda kerja dari bahan mild steel
(ST. 37) seperti Gambar .19 berikut.
Gambar .18 Tempat pahat (tool post) : (a) untuk pahat tunggal, (b) untuk empat pahat
Gambar .19 Gambar benda kerja yang akan dibuat
Perencanaan proses bubut:
a. Material benda kerja: mild steel (ST. 37), dia. 34 mm × 75 mm
b. Material pahat : HSS atau Pahat Karbida jenis P10, pahat kanan.
Dengan geometri pahat dan kondisi pemotongan dipilih dari Tabel 6.3. (Tabel yang direkomendasikan oleh produsen mesin bubut):
• = 8°, = 14°, v = 34 m/menit (HSS)
• = 5°, = 0°, v = 170 m/menit (Pahat karbida sisipan)
c. Mesin yang digunakan: mesin bubut dengan kapasitas diameter lebih dari
1 inchi.
d. Pencekam benda kerja: Cekam rahang tiga.
e. Benda kerja dikerjakan Bagian I terlebih dulu, kemudian dibalik untuk
mengerjakan Bagian II (Gambar .20).
Tabel .3 Penetuan Jenis Pahat, Geometri Pahat, v, dan f (EMCO)
f. Pemasangan pahat: Menggunakan tempat pahat tunggal (tool post) yang
tersedia di mesin, panjang ujung pahat dari tool post sekitar 10 sampai dengan
15 mm, sudut masuk Xr = 93°.
g. Data untuk elemen dasar:
• untuk pahat HSS : v = 34 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
• untuk pahat karbida : v = 170 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
h. Bahan benda kerja telah disiapkan (panjang bahan sudah sesuai dengan
gambar), kedua permukaan telah dihaluskan.
i. Perhitungan elemen dasar berdasarkan rumus 6.2 – 6.5 dan gambar rencana
jalannya pahat sebagai berikut (perhitungan dilakukan dengan software
spreadshheet):
Keterangan:
1) Benda kerja dicekam pada Bagian II, sehingga bagian yang menonjol sekitar
50 mm.
2) Penyayatan dilakukan 2 kali dengan kedalaman potong a1 = 2 mm dan a2 =
2 mm. Pemotongan pertama sebagai pemotongan pengasaran (roughing) dan
pemotongan kedua sebagai pemotongan finishing.
Gambar .20 Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan lintasan pahat
3) Panjang pemotongan total adalah panjang benda kerja yang dipotong ditambah
panjang awalan (sekitar 5 mm) dan panjang lintasan keluar pahat (sama dengan
kedalaman potong). Gerakan pahat dijelaskan seperti Gambar .21.
a) Gerakan pahat dari titik 4 ke titik 1 adalah gerak maju dengan cepat (rapid)
b) Gerakan pahat dari titik 1 ke titik 2 adalah gerakan penyayatan dengan
f = 0,1 mm/putaran
c) Gerakan pahat dari titik 2 ke titik 3 adalah gerakan penyayatan dengan
f = 0,1 mm/putaran
d) Gerakan pahat dari titik 3 ke titik 4 adalah gerakan cepat (dikerjakan dengan
memutar eretan memanjang).
Setelah rencana jalannya pahat tersebut di atas kemudian dilakukan perhitungan
elemen dasar pemesinannya. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel .4.
a. Perhitungan Elemen Dasar Proses Bubut (untuk Pahat HSS)
v = 34 mm/menit
f = 0,1 mm/putaran
a = 4mm
a1 = 2mm
a2 = 2mm
a3 = . . . mm
d0 = 34 mm
dm1 = 30 mm
dm2 = 26 mm
lt = 42 mm
Proses n (rpm) vf (mm/menit) tc (menit) Z (cm3/menit)
Bubut rata a1 338,38 33,84 1,24 6,80
Bubut rata a2 386,72 38,67 1,09 6,80
Gambar .21 Gambar rencana gerakan dan lintasan pahat
b. Perhitungan Elemen Dasar Proses Bubut (untuk Pahat Karbida P10)
v = 170 mm/menit
f = 0,1 mm/putaran
a = 4mm
a1 = 2mm
a2 = 2mm
a3 = . . . mm
d0 = 34 mm
dm1 = 30 mm
dm2 = 26 mm
lt = 42 mm
Tabel .4 Hasil Perhitungan Elemen Dasar Pemesinan Bagian I
Proses n (rpm) vf (mm/menit) tc (menit) Z (cm3/menit)
Bubut rata a1 1.691,88 169,19 0,25 34,00
Bubut rata a2 1.933,58 193,36 0,22 34,00
Bagian II:
Benda kerja dibalik, sehingga bagian I menjadi bagian yang dicekam seperti
terlihat pada Gambar .22. Lintasan pahat sama dengan lintasan pahat pada
Gambar .21 hanya panjang penyayatannya berbeda, yaitu (50 + 5 + 2) mm.
Gambar .22 Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan lintasan pahat
Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan dapat dilihat pada Tabel .5 berikut ini.
Perhitungan elemen dasar proses bubut (untuk pahat HSS)
v = 34 mm/menit
f = 0,1 mm/putaran
a = 2mm
a1 = . . . mm
a2 = . . . mm
a3 = 2mm
d0 = 34 mm
dm1 = 30 mm
dm2 = . . . mm
lt = 57 mm
Proses n (rpm) vf (mm/menit) tc (menit) Z (cm3/menit)
Bubut rata a3 338,38 33,84 1,68 6,80
Perhitungan elemen dasar proses bubut (untuk pahat Karbida)
v = 170 mm/menit
f = 0,1 mm/putaran
a = 2mm
a1 = . . . mm
a2 = . . . mm
a3 = 2mm
d0 = 34 mm
dm1 = 30 mm
dm2 = . . . mm
lt = 57 mm
Tabel 6.5 Hasil Perhitungan Eleman Dasar Pemesinan Bagian II
Proses n (rpm) vf (mm/menit) tc (menit) Z (cm3/menit)
Bubut rata a3 1.691,88 169,19 0,34 34,00
Catatan :
1) Pada praktiknya parameter pemotongan terutama putaran spindel (n)
dipilih dari putaran spindel yang tersedia di mesin bubut tidak seperti
hasil perhitungan dengan rumus di atas. Kalau putaran spindel hasil
perhitungan tidak ada yang sama (hampir sama) dengan tabel putaran
spindel di mesin sebaiknya dipilih putaran spindel di bawah putaran
spindel hasil perhitungan.
2) Apabila parameter pemotongan n diubah, maka elemen dasar pemesinan yang lain juga berubah.
3) Waktu yang diperlukan untuk membuat benda kerja jadi bukanlah jumlah
waktu pemotongan (tc) keseluruhan dari tabel perhitungan di atas (Tabel
6.4 dan Tabel 6.5). Waktu pembuatan benda kerja harus ditambah waktu
nonproduktif yaitu:
a) waktu penyiapan mesin/pahat
b) waktu penyiapan bahan benda kerja (dengan mesin gergaji, dan mesin bubut yang disetel khusus untuk membuat bahan benda kerja)
c) waktu pemasangan benda kerja
d) waktu pengecekan ukuran benda kerja
e) waktu yang diperlukan pahat untuk mundur (retract)
f) waktu yang diperlukan untuk melepas benda kerja
g) waktu yang diperlukan untuk mengantarkan benda kerja (dari bagian penyiapan benda kerja ke mesin).
4) Tidak ada rumus baku untuk menentukan waktu nonproduktif. Waktu
nonproduktif diperoleh dengan mencatat waktu yang diperlukan untuk
masing-masing waktu nonproduktif tersebut.
5) Untuk benda kerja tunggal waktu penyelesaian benda kerja lebih lama
dari pada pembuatan massal (waktu rata-rata per produk), karena waktu
penyiapan mesin tidak dilakukan untuk setiap benda kerja yang
dikerjakan.
6) Untuk proses bubut rata dalam, perhitungan elemen dasar pada
prinsipnya sama dengan bubut luar, tetapi pada bubut dalam diameter awal
(d0) lebih kecil dari pada diameter akhir (dm).
7) Apabila diinginkan pencekaman hanya sekali tanpa membalik benda
kerja, maka bahan benda kerja dibuat lebih panjang sekitar 30 mm. Akan
tetapi hal tersebut akan menyebabkan pemborosan bahan benda kerja
jikamembuat benda kerja dalam jumlah banyak.
8) Apabila benda kerja dikerjakan dengan dua senter (setting seperti
Gambar .13), maka benda kerja harus diberi lubang senter pada kedua
ujungnya. Dengan demikian waktu ditambah dengan waktu pembuatan lubang
senter.
9) Pahat karbida lebih produktif dari pada pahat HSS.
6. Perencanaan Proses Membubut Tirus
Benda kerja berbentuk tirus (taper) dihasilkan pada proses bubut apabila
gerakan pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja. Cara
membuat benda tirus ada beberapa macam, seperti dijelaskan berikut ini.
a. Dengan memiringkan eretan atas pada sudut tertentu (Gambar .23),
gerakan pahat (pemakanan) dilakukan secara manual (memutar handle eretan
atas).
b. Pengerjaan dengan cara ini memakan waktu cukup lama, karena gerakan
pahat kembali relatif lama (ulir eretan atas kisarnya lebih kecil dari
pada ulir transportir).
c. Dengan alat bantu tirus (taper attachment), pembuatan tirus dengan
alat ini adalah untuk benda yang memiliki sudut tirus relatif kecil
(sudut sampai dengan ±9°). Pembuatan tirus lebih cepat karena gerakan
pemakanan (feeding) bisa dilakukan otomatis (Gambar .24).
d. Dengan menggeser kepala lepas (tail stock), dengan cara ini proses
pembubutan tirus dilakukan sama dengan proses membubut lurus dengan
bantuan dua senter. Benda kerja tirus terbentuk karena sumbu kepala
lepas tidak sejajar dengan sumbu kepala tetap (Gambar .25). Untuk cara
ini sebaiknya hanya untuk sudut tirus yang sangat kecil, karena apabila
sudut tirus besar bisa merusak senter jalan yang dipasang pada kepala
lepas.
Gambar .24 Proses membubut tirus luar dengan bantuan alat bantu tirus (taper attachment)
Gambar .23 Proses membubut tirus luar dan tirus dalam dengan memiringkan
eretan atas, gerakan penyayatan ditunjukkan oleh anak panah
Gambar .26 Gambar benda kerja tirus dan notasi yang digunakan
Perhitungan pergeseran kepala lepas pada pembubutan tirus dijelaskan
dengan gambar dan rumus berikut. Pergeseran kepala lepas (x) pada Gambar
.26 di atas dapat dihitung dengan rumus:
x = 2
D d
l
−L . . . (6.6)
Di mana:
D = diameter mayor (terbesar) (mm)
d = diameter minor (terkecil) (mm)
l = panjang bagian tirus (mm)
L = panjang benda kerja seluruhnya (mm)
Gambar .25 Bagian kepala lepas yang bisa digeser, dan pembubutan tirus dengan kepala lepas yang digeser